ECOTROP : Spray Pembasmi Rayap dari Limbah Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) dengan Campuran Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth)

PENYUSUN

TEGUH FIRMANSYAH (B1021231142 )

SULTAN AULIANSYAH SALIM (D1121231011 )

UNIVERSITAS

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Pendahuluan

Limbah adalah salah satu tantangan lingkungan terbesar yang memerlukan perhatian serius di Indonesia. Maka sangat penting bagi kita untuk menjaga kelestarian lingkungan dari limbah yang merusak lingkungan. Namun, pada kenyataannya masih banyak sampah/limbah yang tidak terkelola dengan baik. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2023, timbunan sampah yang dihasilkan Indonesia sebesar 38.264.345,55 ton dengan jumlah sampah yang tidak terkelola sebanyak 14.634.993,66 ton atau 38,25%. Pada tahun 2023, komposisi limbah di Indonesia berdasarkan jenisnya memperlihatkan bahwa sisa makanan merupakan jenis limbah terbesar dengan kontribusi sebesar 39,65%, atau setara dengan 15.186.800,78 ton. Sampah plastik menempati posisi kedua dengan 19,21% atau 7.355.804,31 ton, diikuti oleh kayu dan ranting sebesar 12,09% atau 4.624.908,13 ton. Sampah kertas dan karton mencapai 10,83% atau sekitar 4.147.794,91 ton (SIPSN, 2023).

Berdasarkan sumbernya, limbah rumah tangga sebagai penyumbang terbesar dengan persentase 50,8% yang setara dengan 19.477.341,67 ton sampah. Limbah perniagaan berada di urutan kedua dengan 14,77% atau 5.648.714,22 ton, diikuti oleh limbah yang dihasilkan dari pasar sebesar 12,19% atau 4.663.256,21 ton. Perkantoran turut menyumbang 6,03% atau 2.306.233,18 ton, sedangkan
fasilitas publik menyumbang sekitar 5,24% atau 2.007.715,48 ton. Selain itu, kawasan industri dan komersial memberikan kontribusi sebesar 8,12% atau 3.101.245,15 ton, sementara kategori lain-lain menyumbang 2,85% atau Sisa Makanan; 39,65% Kayu/Ranting; 12,09% Kertas/Karton; 10,83% Plastik; 19,21% Logam; 3,24% Kain; 2,91% Karet/Kulit; 2,53% Kaca; 2,46% Lainnya; 7,08% Komposisi Sampah Berdasarkan Jenis Sampah Sisa Makanan Kayu/Ranting Kertas/Karton Plastik Logam Kain Karet/Kulit Kaca Lainnya 2 1.090.874,51 ton (SIPSN, 2023). Data ini menunjukkan peran besar dari sektor rumah tangga dalam menghasilkan limbah yang nantinya akan menjadi fokus utama dalam upaya pengelolaan sampah di Indonesia.

Limbah kulit nanas merupakan salah satu limbah yang tidak terkelola secara baik. Limbah ini dapat berasal dari limbah rumah tangga dan limbah pasar tradisional jika ditinjau berdasarkan sumber limbahnya. Sedangkan, berdasarkan jenisnya limbah kulit nanas termasuk ke dalam limbah sisa makanan. Kulit nanas kurang dimanfaatkan sehingga jumlah limbah kulit nanas lumayan besar (Reiza
dkk, 2019). Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa pertumbuhan buah nanas di Kalimantan Barat dari tahun 2021 sebanyak 119.471 ton, tahun 2022 sebanyak 87.868 ton, dan tahun 2023 sebanyak 129.704 ton. Angka ini menunjukkan jumlah produksi buah nans akan terus bertambah setiap tahunnya.

Nanas merupakan buah yang sangat digemari oleh masyarakat dikarenakan buah nanas mengandung banyak air dan memiliki gizi yang sangat baik untuk kesehatan. Selain buahnya, kulit pada buah nanas juga memiliki bagian banyak manfaat tetapi masih banyak masyarakat yang mengabaikan dan membuangnya begitu saja (Septiamara dkk, 2023). Kulit nanas di Indonesia umumnya hanya dibuang begitu saja sebagai limbah yang tidak berguna, padahal dalam kulit nanas mengandung senyawa-senyawa kimia yang diketahui memiliki khasiat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Septiamara dkk pada tahun 2023 menyatakan bahwa pada uji fitokimia terhadap kulit buah nanas, ternyata kulit buah nanas mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin.

Senyawa metabolit sekunder memiliki banyak manfaat seperti antioksidan, anti bakteri, peningkat imun pada tubuh bahkan dapat digunakan sebagai pengendali rayap. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan dapat digunakan sebagai pertahanan diri dari serangga seperti rayap (Meidiyanto dkk, 2019). Menurut Hadi (2018) dan Sudrajat (2012) dalam Meidianto dkk tahun (2019) menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder seperti tanin, saponin, alkaloid, steroid, dan terpenoid dapat menyebabkan kematian pada rayap. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meidiyanto dkk pada tahun 2019 menyatakan bahwa senyawa seperti flavonoid dan terpenoid dapat digunakan sebagai anti rayap. Menurut Eaton dan Hale (1993) dalam Ningsih dkk (2021) senyawa bioaktif dapat merusak sistem saraf pada serangga. Gangguan yang terjadi dapat membuat rayap kejang otot sehingga menyebabkan kematian pada rayap.

Rayap merupakan serangga yang dapat ditemukan di lingkungan masyarakat, dengan iklim di Indonesia yang beriklim tropis dan berada pada wilayah dataran rendah menyebabkan banyak jenis rayap yang berspesies Coptotermes sp. mudah berkembang biak. Rayap merupakan serangga yang memiliki sifat merusak dan membuat warga resah. Selain itu, lingkungan yang lembap serta ketersediaan bahan organik, seperti kayu dan bahan-bahan berselulosa semakin mendukung perkembangan rayap di Indonesia. Rayap dapat menyebabkan kerugian dikarenakan rayap dapat merusak konstruksi bangunan dan material berselulosa lainnya. Tidak hanya itu, rayap juga dapat merusak akar dan batang tanaman yang mengakibatkan penurunan hasil produksi seperti yang sering terjadi pada tanaman kelapa sawit. Di Indonesia, kerugian yang disebabkan oleh rayap telah mencapai Milyaran rupiah setiap tahunnya (Alfah dkk, 2021). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maisarah dkk pada tahun 2022, bangunan yang mengalami kerusakan sebesar 37,5% dari total bangunan yang berada di komplek Bincau Indah 2. Tingkat kerusakan ini mengindikasikan bahwa rayap merupakan ancaman serius. Tanpa penanganan yang tepat, kerusakan ini dapat semakin parah dan menyebabkan kerugian finansial pada biaya perbaikan bangunan. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah inovasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan perkembangan rayap. Potensi senyawa bioaktif flavonoid yang terdapat pada kulit buah nanas dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan rayap. Maka hal ini sejalan dengan tujuan kami dalam mengurangi limbah dan memanfaatkannya menjadi sebuah inovasi pembasmi rayap. Untuk memaksimalkan efektifitas dalam mengendalikan pertumbuhan rayap maka akan digunakan daun dari tanaman nilam sebagai ekstrak campuran. Selain ekstrak kulit nanas, minyak atsiri daun nilam juga menjadi komponen penting dalam spray anti rayap. Minyak atsiri dikenal memiliki daya repelan yang kuat, terutama dalam konsentrasi yang tepat. Menurut penelitian, semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang digunakan, semakin besar daya repelannya. Pada konsentrasi minyak nilam sebesar 35% menunjukkan peningkatan efektivitas dalam mengusir serangga (Shinta, 2010). Selain berfungsi sebagai repelan, minyak atsiri daun nilam juga memiliki potensi sebagai pengendali hama. Penelitian yang dilakukan oleh (Puspitosari dkk, 2015) menunjukkan bahwa minyak atsiri nilam pada dapat menyebabkan tingkat kematian sebesar 53,33% pada hama kumbang penggerek biji-bijian besar. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri nilam tidak hanya efektif sebagai pencegah, tetapi juga mampu mengurangi populasi hama serangga secara signifikan. Dengan memanfaatkan potensi kulit nanas yang kaya akan kandungan senyawa pembasmi rayap serta daya repelan minyak atsiri daun nilam. Maka dari itu, Penulis tertarik untuk mengajukan sebuah ide inovasi yaitu “Ecotrop”. Inovasi ini menghadirkan alternatif pembasmi rayap lebih aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Solusi ini membuka peluang baru dalam pengelolaan limbah yang berkelanjutan dan pengendalian hama yang ramah lingkungan, sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan dan ekonomi masyarakat. “Ecotrop” juga mendukung

Pembahasan

Konsep Inovasi dari produk “Ecotrop”

“Ecotrop” berasal dari kata “Eco” merujuk pada ekologi atau lingkungan yang menekankan aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan, sementara “Trop” merupakan singkatan dari tropis yang mencerminkan penggunaan bahan-bahan alami khas wilayah beriklim tropis. “Ecotrop” merupakan produk inovatif pembasmi rayap yang memanfaatkan limbah kulit buah nanas (Ananas Comosus (L.) dengan campuran atsiri daun nilam (Pogostemon cablin Benth) untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan. produk pembasmi rayap yang tersedia di pasaran menggunakan bahan kimia sintetis yang memiliki efek samping, seperti mencemari lingkungan, menimbulkan residu beracun, serta berisiko terhadap kesehatan manusia dan hewan peliharaan. Berbeda dengan produk lainnya, Ecotrop hadir sebagai solusi yang tidak hanya efektif membasmi rayap tetapi juga aman dan ramah lingkungan.

Kulit buah nanas sebagai salah satu bahan alami “Ecotrop” diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder, yakni flavonoid, terpenoid, dan alkaloid (Septiamara dkk, 2023). Kulit nanas juga mengandung enzim bromelain yang dapat merusak sayap rayap. Enzim bromelain tergolong dari enzim protease, dimana enzim ini merupakan enzim yang dapat memecah protein menjadi peptida dan asam amino, ini termasuk kemampuan untuk memecah protein struktural seperti kitin, yang merupakan komponen utama dari eksoskeleton serangga dan beberapa jenis jamur (Hikisz & Bernasinska-Slomczewska, 2021). Sayap rayap diketahui disusun dari rangkain protein kitin sehingga tentunya enzim ini dapat merusak sayap rayap dan dapat menyebabkan kematian pada rayap.

Daun nilam juga mengandung senyawa metabolit sekunder, yaitu terpenoid, flavonoid, glikosida, dan alkaloid. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nurafdhaliah (2017) di dalam minyak atsiri mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin, glikosida, terpenoid, dan steroid. Kandungan minyak atsiri dari daun nilam didominasi oleh senyawa terpenoid. Komponen utama tersebut yaitu Patchouli Alcohol, Delta-Guaiene, Azulene, TransCaryophyllene, Caryophyllene, Seychellence, Naphthalene, Cycloheptane (Ermaya dkk, 2019). Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa turunan fenol yang efektif untuk membasmi rayap. Berdasarkan komponen bioaktif dalam bahan alami yang terkandung dalam “Ecotrop”, produk ini merupakan produk yang sangat potensial untuk mengatasi permasalahan hama rayap. “Ecotrop” bekerja dengan cara mengganggu sistem saraf pada rayap serta merusak sayap rayap sehingga membuat rayap tidak dapat aktif bergerak dan mati dalam waktu singkat.

Tahapan pembuatan “Ecotrop” dimulai dengan pengumpulan limbah kulit nanas dan daun kelor, dilanjutkan dengan penyiapan alat dan bahan. Proses berikutnya menyiapkan bahan yang digunakan, lalu dilanjutkan pembuatan ekstrak kulit nanas dan pembuatan minyak atsiri. Selanjutnya, ekstrak kulit nanas dicampur dengan minyak atsiri, diikuti penambahan akuades dan emulsifier hingga produk “Ecotrop” terbentuk. Setelah produk selesai diracik, tahap berikutnya adalah pengujian dan evaluasi untuk memastikan kualitas dari produk “Ecotrop”. Terkait detail alur pembuatan “Ecotrop” dapat dilihat pada gambar berikut.

Analisis Implementasi “Ecotrop” Melalui pendekatan Pentahelix

Pendekatan Pentahelix dapat menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan, serta memastikan produk “Ecotrop” dapat diimplementasikan dengan baik. Konsep ini melibatkan kolaborasi strategis antara lima pemangku kepentingan utama: pemerintah, akademisi, pebisnis, masyarakat, dan media. Dengan keterlibatan semua pihak ini, setiap aspek dari pengembangan hingga 7 penerapan produk dapat dilakukan secara menyeluruh, sehingga memperkuat keberlanjutan serta berdampak positif bagi masyarakat

  1. Pemerintah dapat berperan sebagai pemberi dana dan fasilitas dalam mewujudkan produk “Ecotrop”. Pemerintah juga memainkan peran utama dalam sosialisasi dan pemberian izin. Selain itu, pemerintah dapat menciptakan regulasi yang mendukung penggunaan produk ini, serta memberikan insentif bagi perusahaan yang mengembangkan dan memproduksi produk “Ecotrop”.
  2. Akademisi dari universitas memiliki peran sebagai penggagas ide dalam pengembangan konsep produk “Ecotrop”. Akademisi juga berperan dalam melakukan studi mendalam untuk mengidentifikasi komponen aktif dalam kulit nanas dan daun nilam yang efektif melawan rayap. Selain itu, akademisi juga dapat mengembangkan formulasi produk yang optimal dan ramah lingkungan. 
  3. Pebisnis, perusahaan dapat mengambil peran utama dalam produksi dan distribusi pada produk “Ecotrop”. Mereka bertanggung jawab untuk memproduksi produk ini dalam skala besar, memastikan bahwa produk memenuhi standar kualitas dan dikemas dengan baik untuk menarik konsumen. Pelaku bisnis juga dapat mengembangkan strategi pemasaran yang menonjolkan keunggulan “Ecotrop” sebagai solusi yang aman, efektif, dan ramah lingkungan, serta memperkenalkan produk ini ke pasar melalui berbagai saluran distribusi, termasuk ritel dan ecommerce. 
  4. Masyarakat penghasil nanas dan daun nilam dapat dilibatkan dalam proses pengumpulan bahan baku yang diperlukan untuk produksi “Ecotrop”. Ini tidak hanya membantu menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan ekonomi lokal, tetapi juga memastikan bahwa bahan baku diperoleh secara berkelanjutan. Selain itu, masyarakat dapat berperan sebagai pengguna awal produk, memberikan umpan balik yang berharga setelah uji coba di lingkungan rumah mereka. Partisipasi masyarakat juga penting dalam menyebarluaskan informasi mengenai produk ini melalui jaringan sosial mereka. 
  5. Media massa dapat digunakan sebagai alat untuk mempromosikan dan mengedukasi masyarakat tentang manfaat “Ecotrop”. Media berperan dalam menyebarkan informasi tentang keunggulan produk ini sebagai alat pembasmi rayap yang lebih aman dan ramah lingkungan. Melalui promosi yang efektif, baik melalui mulut ke mulut maupun digital, media dapat membangun citra positif tentang “Ecotrop” dan mendorong penggunaan yang lebih luas pada konsumen. Media juga dapat berperan dalam membangun narasi tentang pentingnya perlindungan lingkungan dan kesehatan manusia dari bahaya pestisida kimia.

Kontribusi “Ecotrop” pada SDGs 2030

Sustainable Development Goals atau yang dikenal juga sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan suatu komitmen yang terdiri atas 17 tujuan yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membantu suatu negara mencapai pembangunan yang berkelanjutan (SDGs, 2024). Di dalam 17 tujuan SDGs, “Ecotrop” memenuhi 2 poin penting untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, yaitu tujuan pada nomor 11 tentang menjaga kota dan komunitas yang berkelanjutan dan nomor 15 tentang menjaga ekosistem darat.

“Ecotrop” berkontribusi pada tujuan SDGs nomor 11 dan 15. Pada poin nomor 11 yang bertujuan untuk menjadikan pemukiman yang aman dari hama, produk “EcoTrop” berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat. Rayap merupakan hama yang dapat merusak infrastruktur pemukiman dan menyebabkan kerusakan yang tidak hanya berdampak pada 9 kualitas hidup tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan. Dengan menggunakan bahan alami dari sumber daya tropis, “Ecotrop” menawarkan solusi yang ramah lingkungan dalam mengendalikan rayap tanpa menambah polusi atau menggunakan bahan kimia berbahaya, sehingga mampu menciptakan pemukiman yang lebih aman dan bebas dari hama. 

Sementara, pada poin 15 SDGs yang mengarah pada pengelolaan ekosistem darat secara berkelanjutan, “Ecotrop” mendukung upaya tersebut dengan memanfaatkan sumber daya alam tropis secara maksimal dan berkelanjutan. Dengan menggunakan bahan-bahan seperti kulit nanas dan daun nilam, “Ecotrop” tidak hanya mengurangi limbah organik tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan. Produk ini mengoptimalkan pemanfaatan bahan alami yang dapat diperbaharui. “Ecotrop” menjaga keseimbangan ekosistem darat, serta mengurangi ketergantungan pada bahan kimia yang merusak lingkungan.

Kesimpulan

“Ecotrop” merupakan sebuah solusi inovatif yang mengedepankan pemanfaatan limbah secara optimal untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan. Produk “Ecotrop” bertujuan untuk mengurangi jumlah limbah yang ada pada lingkungan dan mengendalikan pertumbuhan rayap. Produk ini dirancang dengan menggunakan bahan yang alami yang gampang terurai pada alam sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Implementasi konsep “Ecotrop” melibatkan kolaborasi Pentahelix yang mencakup akademisi, pemerintah, masyarakat, pebisnis, dan media. Melalui kolaborasi ini, diharapkan “Ecotrop” menjadi sarana pengurangan limbah dan pengendali rayap. “Ecotrop” juga membantu dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 pada poin ke-11 dan ke-15 dengan cara melindungi pemukiman dan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.

Saran

“Ecotrop” saat ini masih dalam bentuk sebuah gagasan ide dengan teoriteori yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang dapat merealisasikan gagasan ini. Penulis sangat berharap adanya sebuah pengembangan dan inovasi terbaru sehingga dapat mengurangi limbah dan memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal.

Daftar Pustaka

Alfah, U., N., Subekti, N., & Subekti, R. (2021). Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes Curvignathus Holmgren Menggunakan Ekstrak Daun Avicennia marina. Life Science. 10(1). 1-11.

BPS. (2024). Produksi Tanaman Buah-buahan. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NjIjMg==/produksitanaman-buah-buahan. html

Ermaya, D., Sari, S. P., Patria, A., Hidayat, F., & Razi, F. (2019). Identification of patchouli oil chemical components as the results on distillation using GC-MS. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 365, 012039.

Hikisz, P. & Bernasinska-Slomczewska, J. (2021). Beneficial properties of bromelain. Nutrients, 13(4313).

Maisarah, D., R., Satriadi, T., & Ulfah, D. (2022). Identifikasi Kerusakan Bangunan Akibat Serangan Rayap di Komplek Bincau Indah III Desa Bincau Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar. Jurnal Sylva Scienteae. 5(4). 667-675.

Meidianto, A., Jayuska, A., & Wibowo, M., A. (2019). Bioaktif Antirayap Ekstrak Kayu Gaharu Buaya (Aetoxylon sympetalum) Terhadap
Rayap Tanah (Coptotermes sp.). Jurnal Kimia Khatulistiwa. 8(1).

Ningsih, N., A., N., Pratama A., O., S., Apriliani, A., D., Salsabila, N., Nabilah, S., R., Fransisca, T., & Dewi, Y., I., P. (2021). Jenis Bioaktif Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes sp.) di Kalimantan Barat. Seminar Nasional Biologi (SEMABIO). 6(1). 186-192.

Nurafdhaliah. (2017). ”Uji Aktifitas Minyak Daun Nilam (Pogostemon cablin benth) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit
Jantan (Mus musculus)”. Karya Tulis Ilmiah. Akfar Pemerintah Aceh

Puspitosari, D., Rochman, N., & Tobing, O. L. (2015). Daya insektisidal minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) dan ekstrak lerak (Sapindus rarak DC.) pada hama gudang sitophilus zeamais (Motsch.). Jurnal Agronida, 1(1).

Reiza, I. A., Rijai, L., & Mahmudah, F. (2019, October). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Nanas (Ananas comosus (L.) Merr). In Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences. 10(1). 104-108.

Septiamara, S., E., Suproboroni, A., & Kusumawati, D. (2023). Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Kulit Nanas 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *