SUB TEMA
Teknologi
PENYUSUN
Dea Nofitri dan Amaliya Putri
UNIVERSITAS
Universitas Diponegoro
Pendahuluan
Dilansir dari Data Pusat Informasi Maritim (2021), 35-40% hasil perikanan Lamongan adalah udang vaname dengan total 15.000 ton setiap tahun. Hal ini dapat meningkatkan potensi perekonomian baik tingkat domestik ataupun jika dilakukan ekspor. Kesehatan udang menjadi indikator penting keberhasilan dalam usaha budidaya udang. Dilansir dari lampost.co (2019), petani tambak di Rawajitu Timur, Tulungbawang mengalami kerugian hampir 30 juta karena kegagalan panen udang vaname yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit. Salah satu penyakit yang ditakuti para petani udang adalah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydophila. Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat menimbulkan penyakit geripis pada cangkang udang (Amrijen, 2019).
Penyakit geripis akan mengganggu pertumbuhan udang, jika ini terus terjadi dan tidak dapat diatasi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kematian massal pada udang. Hingga saat ini, para petani hanya dapat mengetahui udang yang terkena bakteri Aeromonas hydrophila jika terdapat udang yang terapung. Peristiwa ini tentu memberi kemungkinan besar bakteri telah menyebar di seluruh tempat budidaya udang. Dikutip dari Republika.co.id (2020), jumlah udang yang diperoleh semenjak terserang bakteri hanya kurang dari satu ton. Sedangkan panen secara normal dapat menyentuh 1,5 ton. Fenomena ini secara langsung berdampak pada ekonomi para petani. Sebenarnya sudah ada beberapa indikator alami yang menunjukkan keberadaan bakteri ini, mulai dari kadar H2S dan amonia terlampau tinggi, pH yang terlalu asam, atau bahkan suhu yang terlalu ekstrem. Namun, banyak petani yang kesulitan untuk mengukur indikator tersebut sebab belum ada alat yang bisa mempermudah para petani sehingga hanya mengandalkan insting indera perasa yang keakuratannya belum dapat dipercaya. Hingga saat ini, masih banyak petani menggunakan metode manual karena belum ada alat yang praktis untuk mendeteksi keberadaan bakteri Aeromonas hydrophila.
Untuk mengatasi masalah dibutuhkan perangkat yang dapat mendeteksi indikator-indikator keberadaan bakteri Aeromonas hydrophila secara realtime serta mudah terintegrasi untuk dijadikan sistem IoT, perangkat yang sering dijumpai dan mudah untuk digunakan adalah ESP32. ESP32 merupakan salah satu mikrokontroler berharga rendah dan hemat energi dengan wi-fi dan dual-mode bluetooth yang terintegrasi. Perangkat dapat memantau kondisi air yang ada pada tambak budidaya ikan tawar untuk mengindikasi keberadaan bakteri Aeromonas hydrophila. Kondisi air yang dipantau adalah kadar hidrogen sulfida, kadar amonia, pH, TDS, dan suhu yang ada dalam air untuk memantau perkembangan bakteri Aeromonas hydrophila. Monitor yang dipilih adalah monitoring network web based sebab kelebihannya yang bisa memonitor kondisi tambak atau kolam budidaya selama 24 jam nonstop melalui layar LCD yang akan tersimpan (Muhammad dan Yusriel 2014).
ADRODECO (Aeromonas hydrophila Detection and Control) Solusi
Pemaksimalan Potensi Ekonomi dalam Bidang Perikanan Terintegrasi IoT
Internet of Things (IoT) adalah suatu teknologi yang berguna untuk memantau suatu perangkat keras (hardware) dan digerakkan dari jarak yang jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi jaringan internet (Dargie dan Poellabauer 2010). Penggunaan perangkat ini akan melibatkan tiga langkah utama: pengambilan data menggunakan sensor, pengumpulan data melalui jaringan dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data. Teknologi IoT memberikan perubahan positif di budidaya perikanan khususnya pada pemantauan kualitas air budidaya ikan salah satunya udang vaname
(Hendrakusma, et al. 2021).
Pada awalnya penulis membuat indikator terlebih dahulu yang dimaksudkan untuk mengetahui parameter apa yang akan digunakan dan diterapkan dalam pembuatan ADRODECO. Dilanjut pembuatan alat, pertama kami mendata bahan dan alat apa yang akan kami gunakan dan sudah tercantum di Lampiran 1. Dilanjut tahap perakitan alat dan desain alat (Lampiran 2). Setelah perakitan dan desain alat selesai proses selanjutnya adalah proses pengujian. Pada proses ini dilakukan pengujian fungsionalitas performa sistem ADRODECO (Lampiran 10) yang akan langsung diujikan di tambak udang vaname Bayu Vaname Dsn. Jetis Ds. Duduklor Kec. Glagah Kab. Lamongan. Selanjutnya perbaikan ADRODECO dilakukan apabila terjadi kesalahan yang tidak sesuai rencana pada pengujian. Tahap terakhir adalah pengujian ulang ADRODECO dilakukan untuk mengetahui hasil dari perbaikan alat apakah ada perubahan, baik peningkatan atau penurunan performa saat pengujian.
Penentuan Parameter ADRODECO
Mengacu pada Lampiran 3 dapat dilihat setiap parameter air terhadap keberadaan bakteri Aeromonas hidrophila selalu berbeda dengan parameter air terhadap pertumbuhan udang yang baik, hal ini memudahkan dalam penetapan parameter ADRODECO. Hubungan antar parameter, amonia (NH3) merupakan gas yang menunjukkan suatu perairan memiliki banyak bahan organik di dalamnya, menurut (Effendi, 2003) Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l, kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/L. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. Banyaknya bahan organik di perairan merupakan indikator perairan mengandung banyak bakteri patogen, termasuk Aeromonas hydrophila. Ciri khusus yang dimiliki bakteri ini adalah dapat menghasilkan gas hidrogen sulfida dalam air (Triyanto, Kamiso, Isnasetyo, & Murwantoko, 1997), dimana gas ini merupakan gas beracun bagi perairan. Ini juga sejalan dengan penuturan (Libes, 1992). Bahan organik yang berlebih akan membuat proses dekomposisi berjalan terus menerus menyebabkan oksigen terlarut semakin tipis dan akhirnya habis, sehingga proses tersebut kemudian beralih ke proses anaerob. Oksigen yang terlarut dalam air optimalnya 3,5-6,1 mg/l (Effendi, 2003). Apabila di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat, maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob, sehingga pada kondisi tersebut dapat terbentuk hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida (H2S) mempengaruhi parameter air lainnya, menurut Effendi (2003), toksisitas H2S meningkat dengan penurunan angka pH karena pada pH 5 sulfur berada dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Angka tersebut lebih rendah dari angka pH air laut yang seharusnya yaitu 8-9, sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya H2S dalam air, selain itu pH yang optimal untuk pertumbuhan udang vannamei adalah 7-9 (Burford dan Lorenzen, 2004). Rendahnya angka pH perairan disebabkan oleh proses penguraian bahan organik oleh bakteri anaerob yang menghasilkan asam organik (Poppo, Mahendra, & Sundra, 2009). Kedua hal ini saling berhubungan.
Selain berfokus pada bakteri Aeromonas hydrophila, kami juga berusaha menjaga parameter air yang baik untuk udang, salah satu indikatornya adalah suhu, suhu optimal untuk pertumbuhan udang antara 27-30 derajat celcius. Suhu yang terlalu tinggi menandakan adanya proses penguraian organik yang tinggi sedang suhu yang terlalu rendah menyebabkan udang vaname stress dan mati. Selain itu kualitas perairan udang dihitung dari TDS-nya, TDS yang optimum adalah kurang dari 200 ppm, lebih dari itu udang akan mengalami kematian.
Pembuatan Program ADRODECO
Dalam pembuatan program peneliti menggunakan Arduino 1.8.15 untuk coding-nya yang meliputi identifikasi variabel, kalibrasi semua sensor, pengaturan lampu LED sesuai kondisi sensor, menampilkan hasil deteksi sensor ke LCD, masing-masing sensor bekerja membaca kondisi lingkungan tambak, setting serta connect dengan wifi, dan yang terakhir mengirim hasil data sensor ke aplikasi ADRODECO untuk dipantau. Lampiran 5 menunjukkan coding bagian kalibrasi semua sensor, sensor yang diujikan ada empat yakni sensor pH, sensor TDS, sensor hidrogen sulfida dan sensor amonia, sedangkan parameter yang dimasukkan ada lima, yakni kadar hidrogen sulfida, kadar amonia, besar nilai pH, besar derajat suhu dan besar nilai TDS. Sensor TDS itu sudah sepaket dengan perhitungan suhunya.
Inovasi ini juga memerlukan kalibrasi. Kalibrasi adalah proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur dengan cara membandingkan dengan standar/tolak ukur. Kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan akurat dan konsisten dengan instrumen lainnya. Ada 4 sensor yang dikalibrasi yakni sensor pH (Sensor analog PH Sensor Kit PJ-4502C), sensor amonia (MQ-135), sensor hidrogen sulfida (MQ-136), dan sensor TDS (Sensor analog TDS DS18B20). Hasil kalibrasi sensor analog PH Kit
PJ-4502C dengan pembanding pH meter dapat dilihat pada Lampiran 6.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai eror rata-rata 2,456%. Sedangkan pada kalibrasi sensor amonia, data mendapatkan nilai eror rata-rata 1,61%. Sehingga dapat dikatakan bahwa sensor MQ-135 yang dibuat cukup akurat serta mempunyai nilai kepresisian yang tinggi. Pada kalibrasi sensor hidrogen sulfida, data mendapatkan nilai eror rata-rata 2,65%. Sehingga dapat dikatakan bahwa sensor MQ 136 yang dibuat cukup akurat serta mempunyai nilai kepresisian yang tinggi. Pada kalibrasi sensor TDS, data yang mendapatkan nilai eror rata-rata 0,67%. Sehingga dapat dikatakan bahwa sensor TDS yang dibuat cukup akurat serta mempunyai nilai kepresisian yang tinggi. Nilai keakuratan dari uji kalibrasi tiap sensor, untuk sensor pH 97,544%, untuk sensor amonia 98,39%, untuk sensor hidrogen sulfida 97,35%, dan untuk sensor TDS 99,33%. Nilai akurasi setiap sensor berada di atas nilai 95% sehingga dapat dikatakan bahwa sensor yang dibuat cukup akurat serta mempunyai nilai kepresisian yang tinggi.
Cara Kerja dan Pengujian ADRODECO
Cara kerja ADRODECO secara lengkap ada di Lampiran 4. Sensor-sensor dan LCD akan terhubung ke ESP32 untuk diolah. Selanjutnya hubungkan ESP32 ke NodeMCU ini menggunakan serial komunikasi untuk saling terhubung satu sama lain, sehingga data pembacaan dapat terkirim ke Android yang berbasis Internet. Alat akan beroperasi apabila tombol ON pada alat ditekan, hasil pemantauan kualitas air tambak udang secara real time ditampilkan pada aplikasi blynk dan LCD. Jika parameter keluar dari range yang ditentukan maka alarm akan berbunyi karena itu berarti tambak udang terserang bakteri Aeromonas hydrophila. Setelah itu dilakukan perancangan jalannya kabel sesuai dengan Lampiran 7.
Pada pengujian ADRODECO, kami membuat dua suasana pengujian. Pertama suasana keadaan tambak udang normal. Yang kedua suasana keadaan tambak udang tidak normal (dimana semua perhitungan sensor keluar dari kisaran parameter normal sehingga akan mengirimkan signal berupa alarm dan peringatan pada aplikasi ADRODECO). Untuk membuat suasana tambak udang normal peneliti langsung mengambil sampel air tambak dari “Bayu Vaname” yang bertempat di Dsn. Jetis, Ds. Duduklor, Kec. Glagah, Kab. Lamongan yang merupakan tempat budidaya udang vaname di Kabupaten Lamongan. Dalam pengujian air tambak yang sudah diambil 5 liter diletakkan pada ember lalu dilakukan pengukuran langsung oleh ADRODECO. Untuk sensor pH dan TDS langsung dicelupkan ke dalam air tambak sedang untuk sensor hidrogen sulfida (MQ-136) dan amonia (MQ-135) di letakkan di tutup ember (tidak terkena air).
Pengujian ADRODECO dan hasil perhitungan (Lampiran 8) berada di 98,22%.
Untuk membuat suasana tambak udang tidak normal peneliti membuat larutan yang mengambil sampel air tambak dari “Bayu Vanname” yang bertempat di Dsn. Jetis, Ds. Duduklor, Kec. Glagah, Kab. Lamongan yang merupakan tempat budidaya udang vaname di Kabupaten Lamongan. Tetapi kita masih perlu melakukan pengecekan saat suasana tambak udang tidak aman untuk mengetahui apakah ADRODECO ini benar-benar bisa melakukan pengecekan dan pembunyian alarm saat beberapa sensor sudah keluar dari parameter yang disepakati dalam ADRODECO. Peneliti membuat sendiri suasana tambak udang tidak normal dengan cara menambahkan 100 gram pakan udang merk Evergreen pada 5 liter air tambak yang diambil dari “Bayu Vaname” untuk didiamkan di bak tertutup 1 minggu dengan tujuan untuk menghasilkan gas H2S karena penguraian bakteri anaerob, sejalan dengan penuturan (Erliana, Rusmaedi, Haryadi, & P, 2010) tingginya H2S bisa disebabkan oleh dekomposisi limbah dan pakan ikan di perairan sehingga menyebabkan terbentuknya H2S. Untuk amonianya sendiri peneliti menambalkan pembersih pakaian merk Bayclin Lemon yang merupakan bahan pembersih rumah tangga, menurut Pastika Anwar kandungan amonia dalam
Bayclin Lemon mencapai 5-10% dalam botol 1 liternya, peneliti menambahkan 500 ml dalam 5 liter air tambak. Untuk menjadikan pH menjadi asam ditambahkan pH powder 4 sebanyak 8 sachet. Pengujian ADRODECO dan hasil perhitungan pada suasana tambak udang yang tidak normal adalah 99,346% (Lampiran 9). Rata-rata keseluruhan menunjukkan hasil akurasi ADRODECO sebesar 98,783%. Hal ini membuktikan bahwa dalam uji fungsionalitas ADRODECO seluruh komponen berjalan dengan baik (Lampiran 10).
Pada tampilan aplikasi ADRODECO (Lampiran 11), halaman beranda telah dirancang untuk memberikan informasi untuk pengguna (petani tambak). Halaman ini menghadirkan fitur persentase dimana bisa menunjukkan tingkat aman (>70%), waspada (50%-70%) dan bahaya (<30%) suatu tambak budidaya udang. Bobot setiap parameter berbeda untuk hidrogen sulfida dan amonia masing-masing menyumbang 30%, untuk pH menyumbang bobot 15% dan untuk suhu dan TDS masing-masing menyumbang 12,5%. Setelah tampilan persentase makna bahaya, aman, atau waspada di bawahnya ada tampilan data yang menunjukkan kadar tiap parameter indikator ADRODECO, dimana tanda ceklis (√) dan silang (x) pada tiap indikator menunjukkan bahaya tidaknya perhitungan sensor sehingga petani udang bisa tahu apa yang harus dilakukan untuk menjadikan kondisi tambak aman kembali.
Dampak ADRODECO pada Perekonomian Bidang Perairan
Teknologi berpengaruh signifikan dan berhubungan positif terhadap pendapatan petani. Penggunaan ADRODECO mampu mengantisipasi gagal panen dengan rasio 1:60 atau 60%. Diasumsikan petani udang mendapat 1,5 ton berkaca dalam banyak berita seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang, banyak sekali petani udang yang hanya mendapat kurang dari 1 ton (rata-rata 0,9 ton) karena terserang bakteri Aeromonas hydrophila. Dengan begitu didapat hasil asumsi bahwa ADRODECO mampu untuk meningkatkan pendapatan panen menjadi lebih dari 1,26 ton yang mana berarti meningkatkan lebih dari 36% dari hasil awal. Dalam setahun petani udang vaname harusnya bisa mendapatkan 81jt tambahan jika budidaya terbebas dari bakteri Aeromonas hydrophila. Dari proyeksi asumsi tersebut bisa dikatakan bahwa ADRODECO mampu menjadikan komoditas perairan di Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045. (Lampiran 12).
Penutup
Pembuatan ADRODECO diawali dengan menentukan indikator tiap parameter, membuat membuat pemrograman, rangkaian jalannya kabel, penyusunan, kalibrasi tiap sensor dan pengujian. Uji ADRODECO meliputi uji kalibrasi dan uji fungsionalitas. Nilai keakuratan dari uji kalibrasi tiap sensor di atas nilai 95% sehingga dapat dikatakan bahwa sensor yang dibuat akurat serta mempunyai nilai kepresisian yang tinggi. Untuk uji fungsionalitas, tiap komponen ADRODECO (sensor pH, sensor TDS, sensor H2S, sensor NH3, LCD, dan LED) semua dapat berjalan dengan baik dengan nilai akurasi ADRODECO keseluruhan 98,783%. ADRODECO memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang meningkatkan lebih dari 36% hasil panen, memproteksi lebih dari 60% terserang bakteri Aeromonas hydrophila. Dalam setahun ADRODECO diproyeksikan mampu menjadikan petani mendapatkan 81jt tambahan. Hal ini menjadikan ADRODECO sebagai langkah penting menuju Indonesia Emas 2045 dan memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perikanan sehingga membuktikan potensi besar dalam memajukan komoditas perairan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Abidin, M. H., & Yusriel, A. (2014). Rancang Bangun Aplikasi Monitoring
Network Berbasis Web Menggunakan HTML5 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar. Jurnal Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi.
Amrijed, A. (2019). Pengaruh Ekstrak Asam Humat Tanah Gambut Terhadap Hematologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diuji Tantang Bakteri Aeromonas hydrophila (Doctoral dissertation, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan).
Burford, M. A., & Lorenzen, K. (2004). Modeling nitrogen dynamics in intensive shrimp ponds: the role of sediment remineralization. Aquaculture, 229(1-4), 129-145.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.
Erliana, Rusmaedi, P, A. B., & Haryadi, J. (2010). Dampak Manajemen Pakan dari Kegiatan Budidaya Ikan Nila (Oreochromis nicolatus) di Keramba Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Danau Mininjau. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi, Akuakultur, 22-23.
http://www.pim-tni.mil.id/news-detail/2117/Potensi-Investasi-Sektor-Perikanan-K abupaten-Lamongan/ (online) [diakses 20 Desember 2022]
https://efishery.com/cara-budidaya-udang-vaname-sukses-hingga-panen/ (online)
[diakses 20 Desember 2022] https://gdmagri.com/harga-udang-vaname/ (online) [diakses 20 Desember 2022] https://m.lampost.co/berita-petambak-udang-rawajitu-terancam-gagal-panen.html
(online) [diakses 20 Desember 2022] https://www.republika.co.id/berita/q4y5b3384/petambak-lampung-selatan-terpaks a-panen-udang-lebih-cepat (online) [diakses 20 Desember 2022]
Libes, S. M. (1992). An Introduction to Marine Biogeochemistry. New York: John Wiley and Sons Inc.
Poppo, A., Mahendra, M. S., & Sundra, I. K. (2009). Studi Kualitas Perairan Pantai di Kawasan Industri Perikanan, Desa Pengambean, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Ecotrophic, Volume 3(2):98-103.
Triyanto, Kamiso, N. H., Isnasetyo, A., & Murwantoko. (1997). Pembuatan Antigen Murni untuk Memproduksi Palivalen Antibodi dan Vaksin Aeromonas hydrophila. Laporan Penelitian Hibah Bersaing V/1 (p. 37). Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.
Waltenegus, D., & Poellabauer Christian. (2010). Fundamental of Wireless Sensor Networks: Theory and Practice. USA: John Wiley & Sons. Wardani, N. H., Abidin, Z., Intyas, C. A., & Indrayani, E. (2021). Sistem Informasi Manajemen Perikanan. Universitas Brawijaya Press.