PENYUSUN
UNIVERSITAS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
“Ha….”
Aku keluar dari kantor jaga yang tak jauh dari stasiun kereta. Kini saatnya pulang dan mengistirahatkan diri.
Aku langkahkan kakiku menuju parkiran motor yang tak jauh dari stasiun kereta. Jujur saja, selama berjaga di stasiun ini, tubuhku jadi lemah. Bahkan sekarang, aku merasa sangat lelah dan tubuhku rasanya sakit semua. Ditambah cuaca yang sejuk membuatku menggigil ngilu.
Tak lama kemudian, aku melihat sosok gadis remaja yang tengah berdiri melamun di depan rel kereta.
‘Oh…masih ada,’ pikirku.
Aku bertanya-tanya kapan pekerjaan ini berakhir tapi kembali tersadarkan bahwa ini adalah salah satu pekerjaan mulia yang hanya bisa dilakukan oleh beberapa orang termasuk diriku. Aku kembali menyemangati diriku dan melangkahkan kakiku dengan lantang.
Kemudian aku berhenti dan menatap gadis itu dengan jarak 3 meter. Tapi tampaknya gadis itu tidak mengetahuinya.
Aku terus berjalan dengan sepatu hak tinggiku dan berharap gadis itu menoleh.
Tapi tidak!
Gadis itu masih tetap terdiam disana.
‘Apa yang dipikirkan gadis itu? Tidak! Apa yang dilakukan gadis itu di sini, di tempat seperti ini, di malam hari?’ pikirku.
Sebenarnya bisa saja aku pergi dari sana dan membiarkan gadis itu sendirian. Tetapi dengan berbagai perhitungan yang terjadi di kepala kecilku, aku memutuskan untuk menghampiri gadis itu.
Ku beranikan diri mendekatinya sembari berpikir kata apa yang pantas untuk diucapkan pada gadis seumurannya.
“Hei…” tegurku.
“…”
Tidak ada jawaban darinya. Gadis itu tampak seperti orang yang tak berdaya namun tetap kokoh berdiri disana.
Tak tak!
Ku ketuk kursi gadis itu sembari menatap lekat dirinya.
Gadis itu menoleh ke arahku dengan wajah polosnya. Awalnya aku cukup kaget karena ditatap balik oleh gadis tersebut. Tapi aku kembali memberanikan diriku yang penakut ini.
“Ini sudah malam, sedang apa disini?” tanyaku lembut.
“Em… menunggu jemputan!” jawabnya lantang.
“Selama ini?”
“Iya, tapi tenang saja. Sebentar lagi keretanya datang,”
“Begitukah? Mau saya temani?”
“Em… kakak lanjutkan saja perjalanannya, saya tidak apa-apa.”
Gadis itu tersenyum ke arahku. Senyumnya yang manis ditambah lesung pipi di samping bibirnya membuat gadis itu menarik.
‘Wah’ batinku. Aku tampaknya terpukau akan kecantikannya. Seketika suara panggilan telepon menyadarkanku.
Aku melihat ke arah telepon, kini fokusku ke arah jam di layar HP-ku.
00.09
Pak Satpam
Memanggil…
Jawab Panggilan
Tutup Panggilan
Aku segera menutup panggilan dan kembali menatap mata cantik gadis itu.
“Sungguh tidak apa-apa?” tanyaku kembali.
Gadis itu hanya tersenyum ke arahku.
“Kalau mau, kakak bisa antarkan kamu ke rumah.” timpalku.
Senyum gadis itu masih tercetak di wajahnya. Ia menggelengkan kepalanya cepat sembari berkata, “Tidak perlu, sebentar lagi keretanya datang. Kakak cepatlah pulang, tidak perlu menunggu saya. Kakak sedang tidak sehat, kan? Orang yang sedang tidak sehat rawan kena, lho!”
Aku terdiam. Tampaknya jawaban gadis itu sudah cukup bagiku. Aku segera pamit dengannya, “Kalau begitu, kakak duluan ya. Hati-hati!”
Aku langkahkan kakiku menuju parkiran motor yang tak jauh dari sana. Meski berat, aku terus melangkah dan sampailah di depan motor kesayanganku.
“Apa ini baik-baik saja?” gumamku khawatir.
Dengan segera aku memasang helm dan menancapkan gas. Aku pergi dari stasiun itu dan meninggalkan gadis itu sendirian disana.
Di perjalanan pulang, aku terus bertanya-tanya apakah ini baik-baik saja. Hingga sampailah diriku di depan rumah.
“Waw, aku sungguh baik-baik saja! Gadis itu tidak berbohong!” ucapku gembira.
Segera aku masuk ke rumah dan membersihkan diri sebelum tidur di kasur empukku.
“Hari ini tidak ada kendala. Pekerjaanku lancar dan sepertinya stasiun itu bisa kembali beroperasi. Dilihat-lihat pun, gadis itu tidak mengganggu.” ucapku sembari mengambil teleponku.
Aku mengetuk nomor bertuliskan “Pak Satpam” dan berharap dirinya masih menonton bola di TV dan belum tidur.
“Halo?”
Suara pria terdengar dari teleponku.
“Halo pak, ini Gina!” jawabku cepat.
“Ah, Gina! Kenapa tidak angkat telepon saya tadi?”
“Hahaha, maaf pak. Saya tidak fokus tadi dan malah pencet tombol merah.”
“Yaudah, gimana laporannya hari ini?”
“Malam ini malam yang aman dan damai, Pak. Tak ada gangguan selama Gina berjaga. Mungkin hanya gadis itu saja yang bisa saya laporkan. Tapi tenang saja, gadis itu sudah akan pulang dan tidak akan ada lagi yang mengganggu para pekerja.”
“Ohoho.. beneran nih? Sip deh sip! Berarti besok atau lusa stasiunnya bisa kita operasikan kembali. Besok tolong koordinasinya lagi ya Gina! Kemungkinan besok jadi hari terakhir kamu kerja di stasiun itu. Makasih banyak atas bantuannya selama 2 bulan ini. Sehat-sehat ya kamu!”
“Aamiin… terima kasih juga kepada bapak yang mau memberikan kesempatan bagi saya untuk membantu.”
“Iya, seneng lho kalau ada orang yang bisa ngusir hantu macem kamu!”
“Ahahaha…saya tidak mengusir pak. Saya hanya memandu mereka ke akhirat. Tapi saya takjub dengan gadis malam ini. Dari 2 bulan yang lalu dia konsisten diam di tempat dan gak mengganggu. Dia juga gak perlu bantuan saya untuk pulang. Sepertinya gadis itu memang yang berjaga disana. Melindungi kita dari gangguan makhluk lain yang memang ingin mengacau. Karena sudah tidak ada lagi pengganggu, gadis itu juga kembali ke asalnya.”
“Iya, sepertinya begitu. Pokoknya terima kasih banyak ya Gina. Kapan-kapan sini ke rumah bapak. Istri bapak kalau masak, makanannya pasti enak-enak lho!”
“Haha, baik pak. Kalau begitu selamat malam..”
“Malam…”
Tuk!
Aku segera menyimpan HP-ku dan mematikan lampu kamar. Kutarik selimutku dan kupejamkan mata. Akhirnya, pekerjaan ini berakhir.