SUB TEMA
Teknologi
PENYUSUN
Dwi Andreyan Choirull Zuda dan Ludfi Arinta Sulma
UNIVERSITAS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Pendahuluan
Pesisir merupakan wilayah peralihan antara wilayah perairan darat (tawar) dan laut (asin). Karakteristik pesisir yang berbeda dengan wilayah lainnya ditunjukan dengan habitat ekosistem tinggi kandungan mineral sehingga, keanekaragaman hayati serta biota yang melimpah di Indonesia terancam sebagai negara dengan kepunahan yang tinggi (Setiawan, 2022). Keberlanjutan ekosistem pesisir perlu didukung sebagai habitat biodiversitas. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah perairan laut lebih dari 75% dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km yang terus mengalami perubahan setiap tahunnya (Amalia dkk, 2023). Wilayah pesisir yang potensial untuk dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat luas, seharusnya dapat dikelola dengan aspek pemanfaatan yang berkeadilan ekologis serta sosial dibidang budidaya, industri perikanan, perikanan tangkap, pariwisata, konservasi, dan lainnya
(Arianto, 2020). Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir khususnya perikanan di Indonesia telah mengadopsi konsep dari Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) dan dilegalkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 18/Kep-Djpt/2014 tentang petunjuk teknis penilaian indikator untuk pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Tujuan konsep EAFM untuk menyeimbangkan pengelolaan dan pemanfaatan perikanan berbasis pendekatan holistik yang menyeimbangkan kesejahteraan manusia (human well-being)dan kesejahteraan lingkungan (ecological well-being) (Abrahamsz dkk, 2022). Terdapat beberapa tantangan dalam pengelolaan pesisir yang berkelanjutan baik dari sisi ekologis maupun sisi non ekologis seperti sosial ekonomi, interaksi manusia dan isu sosial (Dawson dkk, 2015). Tantangan sisi ekologis atau lingkungan pesisir meliputi ancaman degradasi lingkungan, karakteristik yang berbeda, potensi blooming, dan survival rate biota yang terpengaruh adanya perubahan kondisi lingkungan serta aktivitas antropogrenik (Kulkarni dkk 2018; Nusantara dkk, 2023). Tantangan dari sisi non ekologis mengarah pada tantangan rekrutmen serta peningkatan kapasistas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat spesisir untuk memandang pesisir sebagai lahan potensial yang membutuhkan perawatan oleh masyarakat agar memiliki keberlanjutan (Canning dkk, 2023). Minimnya pengetahuan serta partisipasi pengelolaan pesisir yang berkelanjutan oleh masyarakat dan pihak pengelola, minimnya keterlibatan pengembangan teknologi pengelolaan pesisir yang tepat guna, serta minimnya konsep program pemanfaatan potensi pesisir menjadi tantangan utama dalam pengembangan pengelolaan pesisir (Bray dkk, 2017). Permasalahan pesisir akibat kurang optimalnya pengelolaan dengan prinsip sustainable dan EAFM berakibat pada kondisi masyarakat pesisir yakni rentan terhadap kemiskinan.
Kemiskinan menjadi permasalahan yang harus segera diatasi oleh negara. Isu kemiskinan menjadi masalah kompleks karena berdampak pada meningkatnya kriminalitas, terjadinya stunting, pencemaran lingkungan, dan meningkatnya permasalahan anak putus sekolah (Aisyah dkk, 2022). Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki presentase kemiskininan tinggi berasal dari daerah pesisir. Berdasarkan data Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) tahun 2023 menjelaskan angka kemiskinan keluarga nelayan sebesar 1,3 juta atau setara dengan 12,5% total presentase kemiskinan nasional (Goso dan Anwar, 2017). Kemiskinan masyarakat pesisir sangat berbanding terbalik dengan potensi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Diperlukan satu langkah berupa program untuk membantu masyarakat dengan tujuan berkurang angka pengangguran serta kesejahteraan masyarakat pesisir mulai terangkat. Biodiversity sumber daya alam yang dimiliki pesisir serta keragamaan habitat biota dan nilai (historis, budaya, dan sosial) bernilai ekonomi belum dapat termanfaatkan secara optimal oleh masyarakat pesisir sehingga angka kemiskinan cenderung tinggi (Sambu, 2021). Rendahnya akses literasi, perbedaan persepsi, dan minimnya partisipasi dari stakeholder dalam meningkatkan perekonomian wilayah pesisir yang sesuai potensi kekayaan alam menyebabkan ketimpangan sosial dalam aspek ekonomi (Rahman dkk, 2020). Adanya ketidaksesuaian program yang dijalankan oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang kurang memperhatikan kebutuhan primer dari peningkatan perekonomian sekaligus rendahnya tingkat perekonomian di wilayah pesisir juga dapat disebabkan oleh adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dalam bertindak, seperti melakukan korupsi dana pendukung peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat pesisir berdampak pada kesejahteraan yang rendah (Maifizar dkk, 2022). Penjelasan mengenai kerangka konsep peningkatan ekonomi masyarakat pesisir berkelanjutan termuat pada lampiran 1 gambar 1.
Ragam tantangan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya di wilayah pesisir membutuhkan kehadiran kalangan pemuda inisiator terdidik dalam menciptakan berbagai gagasan guna memajukan kesejahteraan masyarakat berupa peningkatan ekonomi Indonesia melalui pengembangan inovasi konsep ekonomi berkelanjutan. Tantangan tersebut dapat teratasi dengan optimalisasi pemanfaatan serta pemeliharaan pesisir yang mengedepankan keadilan ekologis dan sosial dengan tata kelola adaptif (Andhika, 2021). Dinamika dalam peningkatan perekonomian pesisir yang berkelanjutan memerlukan sebuah konsep dalam memanfaatkan potensi perikanan pesisir secara bertanggung jawab dengan memberikan keadilan ekologis melalui pemeliharaan wilayah pesisir secara optimal. Konsep peningkatan ekonomi yang dapat membantu masyarakat untuk menambah pengetahuan mengelola potensi dirinya dan alam sangat dibutuhkan saat ini terutama dalam mewujudkan 5 visi, 8 agenda serta 17 arah pembangunan yang termuat dalam RJPN 2025-2045 menuju Indonesia emas 2045. Terpenuhinya hal tersebut akan mempercepat peningkatan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan taraf serta kesesuaian konsep peningkatan perekonomian yang masyarakat peroleh. Hal tersebut akan tertuang dalam gagasan Konsep FSC (Fisheries Sustainable Center) katalisator transformasi ekonomi berkelanjutan mewujudkan Indonesia Emas 2045. Penjelasan konsep FSC termuat dalam lampiran 2 gambar 2.
ISI
Konsep Fisheries Sustainable Center (FSC) mencakup program pendukung peningkatan perekonomian pesisir berkelanjutan dengan melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, masyarakat, akademisi serta swasta dalam fokus utama bidang budidaya perikanan (start-up). Peran pemerintah dalam program FSC sebagai inisiator serta fasilitator dari masyarakat yang berperan sebagai kekuatan utama dalam menerima kebermanfaatan konsep, serta pihak swasta perikanan sebagai pendamping pengembangan masyarakat melalui kerjasama penyuplai kebutuhan eksternal FSC sehingga sinergitas kolaborasi antar berbagai pihak menentukan keberhasilan program FSC. Akademisi ditujukan untuk mahasiswa perikanan yang berperan sebagai penyuluh atau pengajar dalam hal keberlanjutan program FSC melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap budidaya serta pengelolaan limbah hasil budidaya. Konsep FSC memiliki tingkat prioritas yang tinggi untuk diterapkan karena konsep yang dimiliki mendukung keseluruhan pengelolaan budidaya pesisir yang berkelanjutan dengan menyesuaikan potensi dari wilayah pesisir melalui analisa rekam potensi. Adanya kolaborasi secara sinergis berupa kemitraan dalam program FSC menjadi salah satu bentuk perwujudan 8 agenda pembangunan RPJPN 2025 – 2045 yakni agenda 1 (mewujudkan transformasi sosial). Implementasi konsep FSC dapat digunakan secara berkala sebab konsep bersifat dinamis seiring dengan berkembangnya teknologi, sehingga mampu menyesuaikan potensi wilayah pesisir serta pergerakan dan kebutuhan masyarakat berdasarkan analisis berbasis sektor potensial yang dimiliki. Penerapan konsep FSC harus memperhitungkan urgensi pelaksanaan berupa kesesuaian pengaplikasian konsep FSC pada budidaya pesisir yang memiliki karakteristik wilayah serta biota yang akan dikembangkan berbeda-beda, maka diperlukan satu contoh yang dapat menerapkan implementasi konsep FSC secara nyata yakni implementasi konsep FSC pada budidaya Udang Vanname Pulau Karimujawa agar dapat memberikan penjelasan secara terperinci mengenai konsep FSC. Perencanaan konsep FSC dapat dilihat pada lampiran 3 gambar 3.
Implementasi FSC mendukung perikanan berkelanjutan dengan biota contoh yang akan dibudidayakan adalah Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Konsep FSC dapat berfokus pada peningkatan ekonomi masyarakat melalui budidaya udang berkelanjutan sekaligus konservasi lingkungan yang dapat bergabung dengan komunitas masyarakat pesisir Pulau Karimunjawa sebagai kajian upaya pelestarian lingkungan mendukung keberlajutan kegiatan budidaya yang dapat dikolaborasikan bersamaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai interpretasi 8 agenda RPJPN 2025 – 2045 agenda 5 yakni (memantapkan ketahanan sosial, budaya, dan ekologi) serta 17 arah pembangungan yakni IE4 (IPTEK, inovasi, dan produktivitas ekonomi). Budidaya udang berkelanjutan dilakukan dengan adanya monitoring menggunakan portable water control untuk mengukur kualitas air (DO, pH, salinitas, dan suhu) yang terhubung secara langsung ke dalam FSC mobile sehingga variabel kualitas air dapat terintegrasi dalam satu cloud data dan dapat diakses melalui aplikasi. Aplikas FSC mobile juga akan memuat fitur-fitur yang memungkinkan masyarakat luar daerah budidaya mengetahui keberjalanan budidaya tersebut dan membuka peluang untuk masuknya investor yang ingin melakukan investasi dan menanam saham guna keberjalanan konsep FSC. Perencanaan aplikasi FSC akan termuat dalam lampiran 4 gambar 4. Konsep tersebut seiring dengan perwujudan 17 arah pembangungan yakni IE6 (transformasi digital). Hasil budidaya yang melimpah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pengolahan produk perikanan khususnya oleh para pemuda Karimunjawa secara mandiri dengan adanya pendampingan dari start-up di bidang hasil perikanan, sehingga potensi kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi meningkat (Hoshino dkk, 2021). Hal tersebut diiringi dengan terbukanya lapangan kerja yang mewujudkan sasaran visi, agenda serta arah pembangunan yang tercantum dalam RPJPN 2025 – 2045. Olahan produk Udang Vaname tersebut nantinya dapat dipasarkan melalui fish market center yang juga dikelola oleh masyarakat lokal Karimunjawa secara offline maupun online untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga secara tidak langsung mendukung 8 agenda RPJPN 2025 – 2045 yakni agenda 2 (mewujudkan tranformasi ekonomi), agenda 7 (mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan). Pengembangan konsep FSC memerlukan teknologi dalam hal pengelolaan budidaya perikanan, dan economic system yang dapat dikelola masyarakat secara mandiri. Kegiatan budidaya yang dilakukan melalui media tambak harus memenuhi standar mutu kualitas air agar terjadi kestabilan berupa imbangnya variabel-variabel kualitas air seperti oksigen terlarut dan pH (Firdaus dkk, 2023).
Teknologi yang digunakan dalam mendukung keberlanjutan budidaya Udang Vaname di Pulau Karimunjawa yakni dengan menerapkan metode skrining dan hanya udang siap panen yang dipanen. Teknologi tersebut dapat dikelola oleh perwakilan pemerintah dari unsur masyarakat setempat untuk menjadi tim unit pengawasan dan pengelolaan budidaya dengan bantuan portable water control yang terintegrasi dalam aplikasi FSC mobile. Selain itu, terdapat teknologi horizontal water fan yang diterapkan melalui aspek perikanan dengan menambah suplai oksigen terlarut dalam air yang berasal percikan air dari perputaran yang dilakukan. Adanya panel surya pada bagian atas horizontal water fan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik terbarukan yang digunakan untuk kebutuhan listrik seperti pengairan, aerasi dan penerangan (Alligné dkk, 2018). Hal tersebut mendukung tujuan 17 arah pembangunan RPJPN 2024 – 2045 yakni IE16 (berketahanan energi, air, dan kemandirian pangan) melalui pemanfaatan energi matahari. Teknologi online monitoring yang diterapkan untuk mengetahui kualitas air secara berkala serta memberi pakan bagi biota budidaya secara otomatis yang terintegrasi Internet of Things (IoT) dan dapat dikontrol melalui jarak jauh. Pelibatan teknologi bukan hanya pada aspek budidaya melainkan juga dalam pemasaran hasil olahan budidaya serta promosi kegiatan yang berkolaborasi dengan konservasi. Oleh karena itu, dalam membangun komoditas pesisir yang unggul diperlukan adanya Fisheries Sustainable Center (FSC). Program tersebut dimaksudkan agar mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir dan menjadi unggul melalui pengelolaan serta pemanfaatan hasil budidaya dengan optimal namun tetap memperhatikan potensi lestari serta keadilan ekologis bagi wilayah pesisir. Saat ini, Indonesia masih berhadapan dengan masalah serius yakni adanya aspek berkelanjutan dalam mengembangkan potensi sumber daya ikan. Formula yang tepat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan sumber daya ikan yang ada melalui berbagai upaya salah satunya yaitu budidaya (Kusdiantoro dkk, 2019).
Langkah strategis sangat dibutuhkan untuk mewujudkan FSC yang bergerak sesuai dengan tujuannya yaitu terwujudnya budidaya pesisir yang berkelanjutan dengan bantuan teknologi serta ramah lingkungan sehingga selaras dengan konsep konservasi. Mewujudkan konsep FSC tentunya diperlukan langkah strategis dengan memberikan penjelasan serta memastikan pemahaman yang selaras dari berbagai pihak terhadap konsep FSC menjadi langkah awal keberjalanan program FSC, kemudian didukung oleh SDM inisiator serta fasilitator yang kompeten dalam memberikan penyuluhan serta pelatihan. SDM yang unggul tersebut juga diharapkan nantinya akan mampu meningkatkan life skill masyarakat pengelola budidaya yang relevan dengan society 5.0 era yang melibatkan kombinasi ilmu pengetahuan dengan digitalisasi. Hal tersebut dapat menjadi upaya mewujudkan 17 arah pembangunan RPJPN 2024 – 2045 yakni IE2 (pendidikan berkualitas yang merata) khususnya dalam bidang budidaya yang berkualitas dari SDM kompeten. Kombinasi dari konsep super smart society (society 5.0) yang secara tidak langsung termuat dalam FSC untuk menerapkan dan mengaplikasikan suatu inovasi (Cipi dkk, 2023) Konsep FSC mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan melalui efisiensi budidaya berkelanjutan lengkap dengan langkah nyata konservasi wilayah yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai sarana peningkatan ekonomi melalui penyediaan jasa ekosistem. Implementasi keberlanjutan konsep FSC yakni dengan mempertegas pengawasan terhadap budidaya melalui skriningportable water control dan online monitoring sehingga mengoptimalkan jumlah hasil panen. Hal tersebut dilakukan sebab hasil panen budidaya dapat menjadi opsi utama dalam peningkatan ekonomi masyarakat pesisir guna menuju kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang serta daya saing sumber daya manusia meningkat. Budidaya dengan melakukan konservasi yang akan dikembangkan melalui FSC mengaplikasikan teknologi teknologi sebagai upaya implementasi 17 arah pembangunan RPJPN 2024 – 2045 yakni IE15 (lingkungan hidup berkualitas) guna menjaga kestabilan ekosistem
Penutup
FSC secara spesifik dapat mewujudkan peningkatan perekonomian masyarakat berbasi teknologi digital yang dikelola oleh masyarakat serta berbagai pihak, sehingga memberikan income positif serta mengedepankan aspek sustainability. Konsep FSC yang melibatkan unsur teknologi dalam implementasinya sebagai upaya pertumbuhan ekonomi, juga memuat program yang mengadopsi serta mendukung prinsip, arah dan agenda untuk mewujudkan RPJPN 2025 – 2045 menuju Indonesia emas 2045. Konsep FSC memiliki output kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang serta daya saing sumber daya manusia meningkat. Peranan generasi muda melalui konsep FSC sebagai inisiator serta konseptor dan aktor pelaksana konsep, sehingga dapat menjadi langkah akselerasi serta berkontribusi sebagai katalisator transformasi ekonomi menuju Indonesia emas 2045.
Daftar Pustaka
Abrahamsz, J., Makailipessy, M. M., Ayal, F. W., dan Tuapetel, F. (2022). “Peningkatan Kapasitas Pengelola Perikanan WPPNRI-718 Terkait Eafm: Pembelajaran di Kabupaten Kepulauan Aru”, Balobe: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), pp
38-46. Available at: https://doi.org/10.30598/balobe.1.2.38–46.
Aisyah, D., Sontang, M., dan Supsiloani. (2022). “Profil Sosial ekonomi Keluarga
Nelayan Tradisional untuk Penyediaan Data Program Pemberdayaan Sosial
Ekonomi Masyarakat Pesisir di Desa Nelayan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Baru Bara”, Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya, 8(1), pp 59-74. Available at: https://doi.org/10.24114/antro.v8i1.37561.
Alligné, C.M., Schmid, J., Richard, S., Gaspoz, A., Brunner, N., dan Hasmatuchi, V. (2018). “Experimental Assessment of a New Kinetic Turbine Performance for Artificial Channels”, WATER, 10(311), pp 1-15. Available at:
https://doi.org/10.3390/w10030311.
Amalia, F., Zairon, Z. dan Atmadipoera, A. S. (2023). “Perubahan Garis Pantai Selama 20 Tahun (2001-2021) dan Prediksi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir Tahun 2041”, Jurnal Sains dan Teknologi, 12(1), pp 102-110. Available at:
https://doi.org/10.23887/jstundiksha.v12i1.53107.
Andhika, L. R. (2021). “Tata Kelola Adaptof Wilayah Pesisir Meta Teori Analisis”, Inovasi Pembangunan Jurnal Kelitbangan, 9(1), pp 87-101. Available at:
https://doi.org/10.35450/jip.v9i01.173.
Arianto, M. F. (2020). “Potensi Wilayah Pesisir di Negara Indonesia”. Jurnal Geografi, 10(1), pp 204-215. Available at: https://doi.org/10.21107/rekayasa.v14i1.9987.
Bray, M. N., Nicholls, R. J., Vince, J., Day, S., dan Harvey, N. (2017). Public Participation Coastal Management and Climate Change Adaptation. London: Routledge, 17p.
Canning, A. D., Jarvis, D., Costanza, R., Hasan, S., Smart, J. C., Finisterre, J., dan Waltham, N. J. (2021). “Financial Incentives for Large-Scale Wetland Restoration: Beyond Markets to Common Asset Trusts”, One Earth, 4(7), pp 937–950. Available at: https://doi.org/10.1016/j.oneear.2021.06.006.
Cipi, A., Fernandes, A.C.R.D., Ferreira, F.A.F., Ferreira, N.C.M.Q.F. dan Kavaliauskiene, I.M., (2023). “Detecting and Developing New Business Opportunities in Society 5.0 Contexts: A Sociotechnical Approach”, Journal Technology ini Society, 73(1), pp 1-16. Available at: https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2023.102243.
Dawson, R. J., Nicholls, R. J. dan Day, S. A. (2015). “The Challenge for Coastal Management During the Third Millennium”, Broad Scale Coastal Simulation, 49, pp 1-78.
Firdaus, A. N., Haki, M. R. dan Ilham, T. (2023). “Pengembangan Water Quality Checker untuk Tambak Budidaya Pesisir Studi Kasus Tambak Budidaya Pesisir Pangandaran”, Insologi Jurnal Sains dan Teknologi, 2(2), pp 369-377. Available at: https://doi.org/10.55123/insologi.v2i2.1840.
Goso dan Anwar, S. M. (2017). “Kemiskinan Nelayan Tradisional Serta Dampaknya Terhadap Perkembangan Kumuh”, Jurnal Manajemen, 3(1), pp 25-36. Available at: http://dx.doi.org/10.35906/jm001.v3i1.201.
Hoshino, E., P. Schrobback, S. Pascoe, dan R. Curtotti. (2021). “Market Integration Between The Major Domestic Fish Markets in Australia”, Fisheries Research, 243, pp 1-8. Available at: https://doi.org/10.1016/j.fishres.2021.106085.
Kulkarni, R., Deobagkar, D. dan Zinjarde, S. (2018). “Metals in Mangrove Ecosystems and Associated Biota: a Global Perspective”, Ecotoxicol Environ Saf, 153, pp 215-228. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ecoenv.2018.02.021.
Kusdiantoro, Fahrudin, A., Wisudo, S.H., dan Juanda, B., (2019). “Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya”, Jurnal Sosek KP, 14(2), pp 146-162. Available at: http://dx.doi.org/10.15578/jsekp.v14i2.8056.
Maifizar, A., Sopar, S., Erizar, E., dan Fenecia, F. (2022). “The Factors Contributing to the Social Inequality among the Community of Ranto Panyang Timur West Aceh”, Jurbal Sosiologi Walisongo, 6(1), pp 73-84. Available at:
https://doi.org/10.21580/jsw.2022.6.1.8865.
Nusantara, S. D., Muhammad, F., Maryono, M., dan Halim, M. A. R. (2023). “Tantangan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Halmahera Selatan”, Indonesian Journal of Fisheries Community Empowerment, 3(2), pp 216-225. Available at: http://dx.doi.org/10.29303/jppi.v3i2.2539.
Rahman, M. R., Salim, A. dan Suhaeb, M. I. S. (2020). “Studi Ketimpangan Sosial Ekonomi pada wilayah Pesisir Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep”, Urban and Regional Studies Journal, 2(2), pp 46-53. Available at:
https://doi.org/10.35965/ursj.v2i2.452.
Sambu, A.H. (2021). Selamatkan Pesisir. Yogyakarta: PT. Nas Media Indonesia, 161p.
Setiawan, A. (2022). “Keanekaragaman Hayati Indonesia Masalah dan Upaya Konservasinya”, Indonesian Journal of Concervation, 11(1), pp 13-21. Available at: https://doi.org/10.15294/ijc.v11i1.34532.