SMART HYDROPONIC FARMING: OPTIMALISASI SAYURAN ORGANIK DENGAN MICROBIAL FUEL CELL TERINTEGRASI ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) UNTUK PEMBERDAYAAN PETANI DAN EKONOMI BERKELANJUTAN MENUJU INDONESIA EMAS 2045

PENYUSUN

Abdul Qohar

UNIVERSITAS

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Pendahuluan

Indonesia sebagai negara agraris, kini menghadapi tantangan serius dalam sektor pertaniannya, terutama dalam menjaga keberlanjutan produksi pangan di tengah perubahan penggunaan lahan dan perkembangan teknologi. Lahan pertanian yang dahulu luas kini menyusut drastis akibat tekanan urbanisasi dan industrialisasi. Data menunjukkan bahwa luas lahan sawah menurun dari sekitar 8,1 juta hektar pada tahun 2015 menjadi 7,4 juta hektar pada tahun 2019, mengalami penurunan sebesar 8,5% dalam kurun waktu tersebut (Reuters, 2024). Penurunan ini disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk perumahan, infrastruktur, dan sektor industri yang semakin berkembang. Akibatnya, petani menghadapi tantangan dalam meningkatkan produktivitas pertanian mereka dengan sumber daya lahan yang semakin terbatas. Gambar 1. Statistik Petani (Badan Pusat Statistik, 2023). Selain keterbatasan lahan, sektor pertanian juga menghadapi krisis regenerasi petani dalam tiga dekade terakhir. Berdasarkan data Sensus Pertanian 2023, hanya 6,18 juta petani (21,9%) yang masuk dalam kategori petani muda, sementara sisanya, sekitar 88%, merupakan petani tua. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit generasi muda yang tertarik untuk bekerja di sektor pertanian, lebih memilih sektor industri dan jasa yang dianggap lebih menjanjikan secara ekonomi (Rindayati & Gerhana, 2024). Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia dapat mengalami krisis tenaga kerja pertanian dalam beberapa dekade mendatang, yang pada akhirnya dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Sebagai respons terhadap keterbatasan lahan dan regenerasi petani, sistem hidroponik telah menjadi salah satu alternatif dalam budidaya berbagai tanaman termasuk tanaman hortikultura. Data Sensus Pertanian 2023 mencatat bahwa sektor hortikultura di Indonesia melibatkan sekitar 9,49 juta rumah tangga petani dan 9,62 juta unit usaha (BPS, 2023). Meskipun hidroponik menawarkan efisiensi lahan dan penggunaan air yang lebih hemat, penerapannya masih menghadapi berbagai kendala, seperti biaya awal yang tinggi, ketergantungan pada pasokan listrik yang stabil, serta keterbatasan akses terhadap nutrisi hidroponik yang berkualitas (Ninasari dkk., 2024). Selain itu, masih banyak petani yang belum memiliki keterampilan untuk mengelola sistem ini secara optimal. Oleh karena itu, inovasi dalam sistem hidroponik yang lebih efisien, hemat biaya, dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pendekatan inovatif seperti Smart Hydroponic Farming berbasis Microbial Fuel Cell (MFC) terintegrasi Artificial Intelligence (AI). Sistem ini tidak hanya menghasilkan energi listrik dari aktivitas mikroba elektrogenik, tetapi juga berfungsi dalam biokonversi limbah organik menjadi nutrisi hidroponik alami, sehingga mengurangi ketergantungan pada pupuk sintetis. Integrasi AI memungkinkan pemantauan real-time terhadap parameter pertumbuhan tanaman, optimasi komposisi nutrisi, serta efisiensi penggunaan air dan energi. Dengan penerapan teknologi ini, produktivitas dan kualitas sayuran organik dapat meningkat, sekaligus membuka peluang bagi petani untuk beradaptasi dengan sistempertanian modern yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan demikian, Smart Hydroponic Farming berbasis MFC-AI berpotensi menjadi solusi strategis dalam mewujudkan ekonomi pertanian yang inklusif dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045.

Pembahasan

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang berkontribusi besar terhadap ketahanan pangan dan perekonomian nasional. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2023) menunjukkan bahwa sektor hortikultura di Indonesia melibatkan 33,41% atau sekitar 9,49 juta rumah tangga petani dan 32,80% atau 9,62 juta unit usaha. Salah satu tren yang berkembang dalam sektor ini adalah peningkatan produksi dan konsumsi sayuran organik. Jenis sayuran organik memiliki permintaan tertinggi sebesar 20%, disusul oleh buah organik sebesar 11,59%, serta produk olahan organik yang juga menunjukkan peningkatan permintaan (Rini dkk., 2023). Sayuran organik semakin diminati karena lebih sehat, bebas dari residu pestisida sintetis, serta lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pertanian konvensional. Budidaya sayuran organik di Indonesia terus berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan sehat dan ramah lingkungan. Salah satu metode yang banyak diterapkan adalah hidroponik, yaitu teknik bercocok tanam tanpa tanah dengan nutrisi yang diberikan melalui larutan air kaya hara. Metode ini memiliki keunggulan dalam efisiensi lahan dan air, kontrol nutrisi yang optimal, serta potensi hasil panen lebih tinggi dibandingkan metode konvensional (Samiha, 2023). Namun, sistem hidroponik juga menghadapi berbagai tantangan, terutama ketergantungan pada energi dan pemeliharaan yang kompleks. Gangguan teknis, seperti terhentinya aliran nutrisi, ketidakseimbangan pH, dan kontaminasi mikroba, dapat menurunkan kualitas serta kuantitas panen (Soedarto & Ainiyah, 2022). Selain itu, akses terbatas terhadap teknologi modern masih menjadi kendala bagi sebagian petani dalam meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi risiko kegagalan panen. Untuk mengatasi tantangan tersebut, inovasi seperti Microbial Fuel Cell (MFC) dapat menjadi solusi. MFC merupakan teknologi yang tidak hanya menghasilkan listrik dari aktivitas mikroba elektrogenik, tetapi juga mengubah limbah organik menjadi nutrisi bagi tanaman. Berikut desain sistem MFC penjelasan lebih detail terlampir pada tabel 1.

  1. Pompa Air Mengalirkan larutan nutrisi dari tangki ke sistem hidroponik.
  2. Tangki Nutrisi Menyimpan larutan nutrisi yang akan didistribusikan ke tanaman.
  3. Sistem Hidroponik Tempat tanaman tumbuh dengan akar yang terendam dalam larutan nutrisi.
  4. Sensor AI Memantau parameter penting seperti pH, suhu, dan kadar oksigen terlarut untuk optimasi pertumbuhan tanaman.
  5. Membrane MFC Memisahkan anoda dan katoda dalam sistem Microbial Fuel Cell (MFC) untuk meningkatkan efisiensi transfer elektron.
  6. Tangki Energi Menghasilkan dan menyimpan energi yang dihasilkan oleh sistem MFC untuk digunakan dalam sistem hidroponik. Dalam hidroponik, MFC berperan ganda: menyediakan energi listrik berkelanjutan dan mengoptimalkan limbah organik sebagai biofertilizer.

Penelitian Baby & Ahammed (2022) menunjukkan bahwa MFC dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan fosfor hingga 35%, sementara Paucar & Sato (2022) melaporkan bahwa teknologi ini mampu mengurangi konsumsi energi hingga 40% dibandingkan hidroponik konvensional. Dengan demikian, MFC berpotensi menjadikan pertanian lebih mandiri, efisien, dan berkelanjutan. Selain itu, integrasi Artificial Intelligence (AI) semakin meningkatkan efisiensi hidroponik berbasis MFC. AI memungkinkan pemantauan real-time serta otomatisasi suplai nutrisi dan air berdasarkan kebutuhan tanaman. Sensor yang terhubung dengan AI dapat mengontrol parameter penting seperti pH, suhu, dan kadar oksigen terlarut, sehingga mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. AI memungkinkan pengelolaan sistem secara jarak jauh melalui aplikasi berbasis smartphone, memberikan kemudahan bagi petani. Studi Muhammed et al. (2024) menunjukkan bahwa AI dalam pertanian dapat meningkatkan hasil panen hingga 30% dan mengurangi penggunaan air hingga 50%, menjadikan sistem ini lebih cerdas, efisien, dan berkelanjutan. Berikut desain smartphone terintegrasi AI, penjelasan lebih detail terlampir pada tabel 2.

Penerapan AI dalam sistem hidroponik berbasis MFC juga dapat memprediksi pola pertumbuhan tanaman, mendeteksi potensi penyakit lebih awal, serta menyesuaikan strategi pemupukan secara otomatis berdasarkan analisis data lingkungan. Dengan integrasi teknologi ini, petani dapat meminimalkan risiko gagal panen, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan memastikan produksi sayuran organik yang lebih stabil dan berkualitas tinggi. Smart Hidroponic Farming berbasis MFC-AI menawarkan dampak ekonomi yang signifikan bagi petani dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Laporan Kementerian Pertanian (2023) menyebutkan bahwa pendapatan petani hidroponik rata-rata 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan petani konvensional karena kualitas dan harga jual produk yang lebih baik. Teknologi ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dalam menciptakan pertanian modern, inklusif, dan berkelanjutan serta meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global. Oleh karena itu, adopsi Smart Hydroponic Farming berbasis MFC-AI menjadi langkah strategis dalam mewujudkan pertanian modern yang mendukung ketahanan pangan dan kesejahteraan petani menuju Indonesia Emas 2045.

Kesimpulan

Smart Hydroponic Farming berbasis Microbial Fuel Cell (MFC) dan Artificial Intelligence (AI) adalah solusi inovatif dalam pertanian modern Indonesia. Teknologi MFC menghasilkan listrik dari aktivitas mikroba sekaligus mengoptimalkan limbah organik sebagai nutrisi hidroponik, sementara AI meningkatkan efisiensi melalui pemantauan real-time dan otomatisasi. Sistem ini meningkatkan penyerapan nutrisi hingga 35%, menghemat energi 40%, meningkatkan hasil panen 30%, dan mengurangi penggunaan air 50%. Selain itu, inovasi ini meningkatkan pendapatan petani hingga 2,5 kali lipat dan menarik generasi muda ke sektor pertanian. Dengan adopsi yang luas, teknologi ini mendukung ketahanan pangan, transformasi ekonomi digital, dan visi Indonesia Emas 2045.

Daftar Pustaka

Baby, M.G.R. dan Ahammed, M.M. (2022) ‘Nutrient removal and recovery from wastewater by microbial fuel cell-based systems – A review’, Water Science & Technology, 86(1).

Badan Pusat Statistik (BPS) (2023) Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 – Tahap I. [pdf] Badan Pusat Statistik. Tersedia di: https://www.bps.go.id [Diakses 1 Februari 2025].

Muhammed, D., Ahvar, E., Ahvar, S. dan Trocan, M. (2024) ‘Artificial Intelligence of Things (AIoT) for smart agriculture: A review of architectures, technologies and solutions’, Journal of Network and Computer Applications, 228(7), hlm. 103905.

Ninasari, A., Suwarno, K. dan Suleyman (2024) ‘Inovasi Teknologi Pertanian: Pengaruh Sistem Hidroponik terhadap Pertumbuhan Sayuran’, Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, 7(4).

Paucar, N.E. dan Sato, C. (2022) ‘Coupling microbial fuel cell and hydroponic system for electricity generation, organic removal, and nutrient recovery via plant production from wastewater’, Energies, 15(23). doi:10.3390/en15239211.

Reuters (2024) ‘Indonesia to expand farmland by 3 mln hectares in self- sufficiency drive’, Reuters, 10 Oktober. Tersedia pada: https://www.reuters.com [Diakses 1 Februari 2025].

Rindayati, W. dan Gerhana (2024) ‘Akankah Indonesia Kehilangan Petaninya di Masa Depan?’, Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Tersedia di: https://fem.ipb.ac.id/akankah-indonesia-kehilangan- petaninya-di-masa-depan/ [Diakses 2 Februari 2025].

Rini, N.K., Deliana, Y., Trimo, L. dan Wibowo, K.A. (2023) ‘Identifikasi pelaku bisnis, bisnis model, dan platform sayuran organik di Indonesia’, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Agribisnis VII, 7(1), hlm. 20-27.

Samiha, Y.T. (2023) ‘Strategi pemanfaatan media air (hidroponik) pada budidaya tanaman kangkung, pakcoy, dan sawi sebagai alternatif urban farming’, Journal on Education, 6(1), hlm. 5835-5848.

Soedarto, T. dan Ainiyah, R.K. (2022) Teknologi Pertanian Menjadi Petani Inovatif 5.0: Transisi Menuju Pertanian Modern. Uwais Inspirasi Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *