PENYUSUN
Tri Yofan Agusti dan Anisa Putri Khairina
UNIVERSITAS
Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, industri kreatif telah tumbuh menjadi komponen strategis dalam perekonomian global. Di Indonesia, sektor ini menunjukkan kontribusi signifikan, mencapai 7,44% terhadap PDB nasional pada tahun 2023, meningkat dari 7,29% pada tahun sebelumnya, dengan nilai tambah mencapai Rp1.323 triliun (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2024). Pertumbuhan ini tidak hanya mencerminkan dinamika kreativitas dan inovasi domestik, tetapi juga merepresentasikan potensi besar dalam mendiversifikasi ekspor nasional. Data terbaru menunjukkan bahwa ekspor produk kreatif Indonesia mencapai US$23,2 miliar pada tahun 2023, memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan yang mencatatkan surplus sebesar US$28,2 miliar pada periode yang sama (Badan Pusat Statistik, 2024).
Hubungan antara industri kreatif dan neraca perdagangan menjadi semakin penting dalam konteks ekonomi global yang volatil. Sektor
kreatif, dengan karakteristiknya yang berbasis pengetahuan dan inovasi, memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap gejolak ekonomi dibandingkan industri berbasis komoditas. Menurut laporan UNCTAD (2023), negara-negara dengan diversifikasi ekspor yang mencakup produk-produk kreatif cenderung memiliki ketahanan ekonomi (economic resilience) yang lebih baik. Indonesia, dengan kekayaan warisan budaya dan kreativitas masyarakatnya, memiliki keunggulan komparatif yang belum sepenuhnya dioptimalkan dalam perdagangan global produk kreatif.
Surplus neraca perdagangan yang didukung oleh ekspor produk kreatif berkontribusi pada penguatan fundamental ekonomi melalui beberapa mekanisme. Pertama, peningkatan cadangan devisa yang memperkuat nilai tukar rupiah. Kedua, diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang mengurangi ketergantungan pada sektor ekstraktif. Ketiga, pembukaan lapangan kerja berkualitas yang mendukung pembangunan inklusif. Studi dari McKinsey Global Institute (2023) mengonfirmasi bahwa ekonomi dengan basis ekspor yang terdiversifikasi, termasuk produk kreatif, menunjukkan ketahanan 35% lebih baik dalam menghadapi
guncangan eksternal dibandingkan ekonomi yang bergantung pada komoditas primer.
Untuk mengoptimalkan kontribusi industri kreatif terhadap neraca perdagangan dan ketahanan ekonomi, diperlukan pendekatan sistemik dan terintegrasi. Government Creative System (GCS) berbasis blockchain menawarkan solusi transformatif dengan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan inklusivitas dalam ekosistem kreativitas nasional. Implementasi blockchain dalam GCS memungkinkan pelacakan hak kekayaan intelektual yang lebih efektif, perlindungan terhadap pembajakan, serta memfasilitasi transaksi langsung antara kreator dan pasar global. Menurut World Economic Forum (2024), integrasi teknologi blockchain dalam kebijakan industri kreatif dapat meningkatkan nilai ekspor hingga 18% melalui pengurangan biaya transaksi dan pembukaan akses pasar yang lebih luas.
Dari perspektif kebijakan makro ekonomi, surplus neraca perdagangan yang didukung oleh ekspor produk kreatif memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya pada program-program yang mendukung ketahanan ekonomi. Studi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2023) menunjukkan bahwa setiap peningkatan 10% dalam surplus neraca perdagangan berkorelasi dengan peningkatan 3,2% dalam ketahanan ekonomi yang diukur melalui indeks komposit yang mencakup stabilitas makroekonomi, ketahanan sektor keuangan, dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat kontribusi industri kreatif terhadap surplus neraca perdagangan yang cenderung meningkat, sektor ini dapat dianggap sebagai pilar strategis dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara komprehensif bagaimana pengembangan industri kreatif dapat berkontribusi pada penguatan neraca perdagangan dan peningkatan ketahanan ekonomi Indonesia, serta mengkaji potensi implementasi GCS berbasis IBM blockchain dengan pendekatan quadruple helix sebagai katalisator transformasi ekonomi kreatif nasional.
Pembahasan
Eksistensi Perekonomian Industri kreatif dalam Mencapai Ekonomi Resiliensi
Sektor industri kreatif telah membuktikan diri sebagai komponen kunci dalam memacu kapabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada konsepnya, kenaikan sektor industri kreatif digerakkan dengan kapitalisasi kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan produk atau jasa dengan kandungan kreatif. Maka dari itu suksesnya tingkat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan berinovasi serta siasat jitu dalam menghadapi persaingan. Dalam laporan World Competitiveness Rangking (WCR) pada tahun 2024, Indonesia berada dalam posisi 34 dari seluruh negara dimana indikator kenaikan utamanya pada Economic Performance dan Bussiness Efficiency. Angka tersebut sangat mempengaruhi tingkat investasi dan demand barang atau jasa masyarakat dalam kancah internasional, artinya ini menjadi probabilitas utama Indonesia untuk mampu menguasai pasar internasional melalui industri kreatif.
Dalam berbagai subsektor ekonomi, masing-masing memiliki keunggulan dan karakteristik yang fluktuatif setiap tahunnya. Namun, tenaga kerja ekonomi kreatif di Indonesia mengalami peningkatan pada setiap tahunnya, terutama pada subsektor kuliner (53,3), fesyen (21,202), dan kriya (19,388). Artinya, masyarakat memiliki ketertarikan untuk memulai bisnis yang bergerak dalam bidang ekonomi kreatif. Kenaikan tersebut menjadi modal positif Indonesia guna meningkatkan produktivitas industri ekonomi kreatif dalam menjaga pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, industri kreatif dapat diprioritaskan menjadi produk unggulan negara Indonesia dalam kancah perdagangan Indonesia. Sebab, nilai daya saing Indonesia yang masih terbilang rendah dapat dikuatkan melalui akomodasi dan pemberian fasilitas khusus kepada industri kreatif guna menaikkan tingkat persaingan. Evidence yang kuat untuk membuktikan Indonesia mampu bersaing di kancah global adalah peningkatan nilai ekspor terutama dalam industri kreatif. Pada tahun 2024, industri kreatif memiliki nilai ekspor yang sebesar Rp401,61 triliun yang mengalami peningkatan pada sepuluh tahun terakhir. Kenaikan nilai ekspor tersebut akan berimplikasi positif terhadap neraca perdagangan yang memiliki rumus:
Net Export (NX) = Nilai Ekspor – Nilai Impor
Dapat diartikan nilai NX yang menentukan surplus maupun defisit perdagangan dipengaruhi dengan nilai ekspor maupun impor. Saat ini,
nilai impor Indonesia terpantau stagnan dan seharusnya hal tersebut menjadi momentum Indonesia untuk menaikkan nilai ekspor. Ketika nilai ekspor tinggi dan menjadikan surplus perdagangan, maka dapat disimpulkan Indonesia memiliki daya saing yang tinggi terhadap demand barang dan mengurangi ketergantungan impor. Sehingga, fokus pemerintahan saat ini adalah mempertahankan surplus perdagangan guna mewujudkan ekonomi resiliensi. Pada kenyataannya, ekonomi resiliensi sangat bergantung pada surplus perdagangan dalam menghindarkan dari peristiwa krisis ekonomi. Jika neraca perdagangan surplus, mengindikasikan tidak adanya krisis ekonomi, yang dibuktikan dengan keseimbangan demand maupun supply yang terjadi dalam aktivitas ekonomi. Di lain sisi, Indonesia memiliki kapabilitas dalam melakukan supply barang yang tinggi, tinggal bagaimana Indonesia bisa mampu meningkatkan jangkauan pasar Internasional terutama pada sektor Industri kreatif. Hal tersebut akan menjadikan Industri kreatif dapat melakukan optimalisasi produksi yang berimplikasi pada peningkatan ekonomi resiliensi Indonesia. Menurut Marlina, kunci dalam peningkatan Industri kreatif agar dapat bersaing terbagi menjadi empat pilar, yakni:
1) Industri, didasarkan dengan Porter 5-force sebagai framework terbentuknya struktur pasar yang mempermudah pelaku industri kreatif dalam melakukan bisnis
2) Teknologi, Pilar ini mengubah budaya dengan menjadikan teknologi sebagai alat untuk membantu permasalahan yang ada dalam industri kreatif
3) Sumber Daya, hal ini dimaksudkan untuk sumber daya insani yang menjadi input perwujudan nilai barang industri kreatif
4) Institusi, tatanan sosial yang berupa kebiasaan, norma, serta hukum yang berlaku dalam mengatur peran ekonomi kreatif yang lebih maksimal
5) Lembaga Intermediasi, pilar ini mengartikan penyaluran pendanaan kepada pelaku ekonomi kreatif dalam bentuk penyediaan modal atau ekuitas
Menimbang atas lima pilar di atas, inisiasi Government Creative System (GCS) dapat mengakomodasi semua pilar tersebut yang mampu menaikkan tingkat ekonomi resiliensi melalui ekspor yang tinggi. Government Creative System (GCS) merupakan sebuah sistem digital berbasis IBM Blockchain guna membantu permasalahan industri kreatif dalam aktivitas produksinya. Dalam implementasi sistem, GCS memerlukan sinergi berbagai pihak dalam quarduple helix, yakni industri kreatif, pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Strategi Implementasi Goverment Creative System (GCS) pada Industri Kreatif.
Government Creative System (GCS) dalam implementasinya menggunakan basis teknologi blockchain khusus untuk kegiatan business, yakni IBM Blockchain. Pada dasarnya, IBM Blockchain menjadi cara untuk meningkatkan efisiensi proses melalui penciptaan alur kerja dan pengumpulan data, khususnya untuk pertukaran data antar lembaga. Inovasi yang menggunakan sistem berbasis IBM Blockchain menjadi penanda baru terhadap adaptasi era industri 5.0. Sehingga, GCS mampu memfasilitasi quadruple helix untuk ikut serta dalam mengembangkan industri kreatif menghadapi persaingan global.
Melihat gambar diatas, mengenai hubungan antar helix dalam sistem tradisional menunjukkan belum terdapat integrasi sistem yang mengakomodasi interaksi dalam perdagangan industri kreatif. Akun-akun masih berbasis data pribadi dengan alur yang belum terintegrasi, sehingga hal tersebut menimbulkan lag of time terhadap laju transaksi. Pertama, pemerintah mengeluarkan regulasi ekspor maupun perdagangan dalam negeri berbasis peraturan dalam web www.bpk.go.id dengan minimnya penjelasan dan fasilitas pembantuan dalam mengakomodasi industri kreatif untuk ikut serta. Kemudian, Industri kreatif dapat mengajukan persyaratan ekspor dan data melalui Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terdekat. Kedua, masyarakat menggunakan sistem konvensional dengan mendatangi produsen industri kreatif dalam melakukan pemesanan hasil produk, serta dalam hal ekspor industri mengirimkan barang langsung ke tempat jasa ekspor. Ketiga, Akademisi yang menjadi kunci solusi permasalahan mengenai kendala industri kreatif mampu melakukan kajian dan analisis yang berbentuk literatur melalui permintaan data ke pemerintah. Namun, literatur berupa kajian belum mencapai target dengan baik karena Akademisi cenderung menyampaikan hasil risetnya ke dalam jurnal yang tidak terintegrasi dengan banyaknya jalur akses. Di lain sisi, belum terdapat interaksi yang signifikan pada Pemerintah-Masyarakat dan Akademisi-Masyarakat.
Tidak terintegrasinya sistem tradisional, menjadi momentum untuk menginisiasi GCS dalam mengefisiensikan industri kreatif. Selain mempercepat proses komunikasi, teknologi IBM Blockchain mampu meningkatkan keamanan dan membagi data sesuai user login. Mulai dari Pemerintah, modern proses ini akan membantu pemerintah dalam menghimpun berkas persyaratan ekspor, regulasi, dan informasi data baik profil maupun produk industri kreatif yang dapat diakses melalui GCS. Selain itu, Pemerintah dapat melakukan pendampingan pelatihan ataupun kendala bantuan by sistem. Kedua, Akademisi mampu mencari data yang dibutuhkan dalam sistem yang terintegrasi, serta dapat melihat kondisi perkembangan Industri Kreatif dan mampu menyalurkan kajian dan analisis dalam GCS tersebut. Ketiga,
Masyarakat atau konsumen dapat mengakses dan melihat produk kreatif masuk pada platform GCS. Begitu pula masyarakat dapat melihat perkembangan atau tren industri kreatif Indonesia yang sedang banyak diminati mancanegara. Terakhir, Industri kreatif yang menjadi kunci dalam GCS guna mewujudkan surplus perdagangan yang berpengaruh langsung terhadap ekonomi resiliensi dapat dengan mudah mendapatkan akses kepada akademisi, masyarakat, dan pemerintah. Regulasi ekspor terbaru, data kerjasama perdagangan negara, serta fasilitas pelatihan dapat diterima secara langsung oleh industri kreatif dalam GCS. Selain itu, industri kreatif akan mengembangkan produk guna meningkatkan daya saing global melalui kajian dan analisis dari akademisi. Sedangkan, masyarakat mampu membeli dengan akses produk yang mudah dalam GCS serta turut berpartisipasi aktif dalam industri kreatif guna mempromosikan produk. Sebab, semakin banyak orang menggunakan produk tentu akan berimplikasi positif terhadap demand produk dan menarik mancanegara untuk ikut dalam menggunakan produk.
Maka dari itu, peran teknologi sangat diperlukan untuk industri kreatif, karena dalam setiap fase business process dari tahap finished good hingga marketing masih bersifat konvensional. Tulisan ini mengkolaborasikan GCS dengan IBM Blockchain dalam meningkatkan nilai ekspor yang mampu bertumbuh menjadi surplus perdagangan. Sebab, sistem ini bukan hanya mengikutkan blockchain, namun mengikutsertakan IBM, sehingga GCS mampu menjadi sistem yang bisa menangani keamanan, kecepatan sampai akses global. Sehingga, eksistensi GCS mampu menjadi tonggak perubahan baru Industri Kreatif dalam menunjukkan kapabilitasnya guna menjaga ekonomi resiliensi.
Kesimpulan
Industri kreatif memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia, khususnya melalui kontribusinya terhadap surplus neraca perdagangan. Untuk mengoptimalkan potensi industri kreatif, diperlukan pendekatan sistemik dan berbasis teknologi seperti penerapan Government Creative System (GCS) berbasis IBM Blockchain. Sistem ini dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keterjangkauan dalam ekosistem industri kreatif dengan memfasilitasi interaksi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan pelaku industri. Dengan adanya GCS, industri kreatif dapat lebih mudah mengakses pasar global, mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual, serta mempercepat proses ekspor dan distribusi produk.
Melalui sinergi antara berbagai pihak dalam model quadruple helix, implementasi GCS diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekspor produk kreatif, meningkatkan inovasi, serta memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di tingkat internasional. Dengan demikian, industri kreatif bukan hanya sekadar sektor ekonomi yang berkembang, tetapi juga menjadi motor utama dalam menciptakan ekonomi yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan tangguh dalam menghadapi tantangan global.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2024). Neraca Perdagangan Indonesia 2023. Jakarta: BPS.
Dive, D. (2018). Building the Cognitive Enterprise: Nine Action Areas. IBM Institute. https://www.redbooks.ibm.com/redbooks/pdfs/sg248458.pdf
Hasanah, I. (2017). Penguatan HAKIMelalui Regulasi Hukum dan Kebijakan Ekonomi Kreatif dalam Menghadapi Persaingan Global.Cakrawala, 17(2), 229-235. https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/cakrawala/article/view/2 488/1811
Jauhari, B., Malik, A. D., & Herlina, E. (2022). Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia dalam Perspektif Quadruple Helix. Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah, 4(3), 712-731. https://journal.laaroiba.com/index.php/alkharaj/article/view/4157/3 038
Kementerian Pariwisata dan EkonomiKreatif. (2024). Laporan Kinerja Sektor
Ekonomi Kreatif Indonesia 2023. Jakarta: Kemenparekraf.
Korea Creative Content Agency (KOCCA). (2023). Content Industry Outlook of Korea 2023. Seoul: KOCCA.
McKinsey Global Institute. (2023). Economic Resilience in a Volatile World: The Role of Economic Diversification. New York: McKinsey & Company.
Qolbi, S. I., & Mubarok, S. M. (2019). Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap Perlindungan HAKI dalam Transaksi E-Commerce.
Adliya: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan, 13(1), 37-52.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/adliya/article/view/4461/pdf
UNCTAD. (2023). Creative Economy Outlook 2023: Trends in international trade in
creative industries. Geneva: United Nations.
Waring, S., & Tschang, T. (2022). Global Creative Industries Research in a Digital and Interconnected World. Creative Industries Journal,15(3), 263-283. https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17510694.2022.202 6059
World Economic Forum. (2024). Blockchain for Creative Industries: Transforming Global Value Chains. Geneva: WEF.